Sabtu, 08 Maret 2014

Episode kita

bye: Rya Rizki

dhuaaaar.
suara petir itu membuatku terbangun dari tidur lelapku.

aku mencintai hujan,suara rintiknya berantakan namun menenangkan.

"astaghfirullohal adziim. Allahumma Lataqtulna Bighadhabika Wala Tuhlikna Bi’adzabika Wa’afina Qabla Dzalik" seruku spontan dengan mata masih terpejam dan disertai debar.

ku lirik jam di handphoneku dengan membuka mata sebelah,  masih menahan kantuk. jam menunjuk pukul 23:46

Malam ini, sengaja aku tidur tidak terlalu larut.Pekerjaan yang mengharuskanku berangkat lebih awal pada esok hari, membuatku memutuskan tidur selepas isya.

ku paksakan tidur kembali. susah.

hujan teramat besar.
dan masih dengan kebiasaan yang sama, aku lagi-lagi menikmati suara tetesan hujan yang jatuh ke bumi. Membuatku benar-benar sulit untuk terlelap kembali.

kamu sukses memutar sebagian episode kita yang pernah ada.

"aku mencintai bulan Juli" seru seorang wanita dengan senyumnya yang khas
"kenapa?" jawab seorang pria penasaran.
"Aku selalu bahagia di bulan itu. Selalu ada kejutan di situ. Entahlah, aku bingung menjelaskannya" wanita itu masih sulit merangkai kata.

ini kali pertama mereka berbicara langsung. Terlalu dalam untuk seseorang yang baru saja dikenal, maka si wanita memilih hati-hati.
"maksudnya bulan keberuntungan?" tanya si pria lagi.
"mungkin." jawab si wanita singkat sambil menatap ke luar ruangan. menikmati hujan.
"hei, kita ga boleh loh mengkramatkan satu bulan. menganggap bulan sial, hari sial, bulan keberuntungan, bulan sial.. ga ada kan dalam Islam? itu hanya mindset yang kita paksakan" jawab pria tersebut
"ahaha.. iya. Tiap tahun, entah kenapa.. aku selalu menunggu kedatangan bulan juli. Hanya itu. Tidak menganggap keberuntungan kok, in sya Allah" sang wanita membela diri.
keduanya tersenyum menikmati secangkir kopi yang tersaji sambil memandang ke luar ruangan. hujan mulai reda.

wanita itu aku. pria itu kamu.

"Hei, Hujannya reda tuh. Kamu bukannya mau pulang."
"iya nih." kamu menjawab sambil merapikan file-file kerjaan dan memasukkannya ke dalam tas.
"thanks ya, biarin kopi nya aku yang traktir deh." seruku
"oke." jawabmu singkat sambil mengaitkan tas di pundak.

Ketika kamu berdiri dan hendak keluar ruangan. Hujan kembali turun. Bahkan lebih besar dari sebelumnya. Kamu kembali duduk.

"Allah menahan kamu pulang lewat turunnya hujan. Udah duduk aja lagi, sini." kataku sambil menatap layar laptop.
"iya nih, aku ditahan hujan buat nemenin kamu ngerjain proposal nih kayanya" kamu kembali duduk

kitapun mulai bertukar cerita. Sejak hari itu kita semakin dekat dan.. bersahabat.

*
episode benar benar terputar. Jam menunjukkan pukul 0:28.
Mengingatmu adalah debar.

Kini aku kembali pada realita. Tepat seminggu yang lalu, aku datang di acaramu dengannya.

Ada rasa ngilu. Berdesir.
Entah sejak kapan rasa itu bisa muncul.

"Selamat ya, Dirga. Semoga nanti menjadi keluarga yang penuh berkah." seruku sambil tersenyum

"Mir..." kamu menatapku.

"Ya?" aku tersenyum

Kamu masih menatapku. Dan caramu menatapku, selalu meluluhkanku.

"Maaf dan terimakasih." kamu menunduk

"It's okay." aku tersenyum lagi.

lagi-lagi pembicaraan kita selalu gak jelas. apa yang perlu dimaafkan? apa yang perlu di-terimakasihkan?

kamu seperti membaca hatiku dan akupun seperti membaca hatimu. Namun lidah kita sama-sama kelu.

"Aku  boleh nanya sesuatu, Mir?"
"Silahkan."
"Apa kamu mencintaiku?" tanyamu tibatiba
Aku seperti tertohok.
"Dirga, satu jam dari sekarang itu acara akad kamu. Jangan bercanda deh." aku mencairkan suasana
"aku serius." air muka mu benar benar serius

"aku ga mau dihantui rasa penasaran, Mira. Aku merasa kamu punya rasa yang sama denganku." katamu tanpa basabasi

aku menahan tangis

"kamu gila? kamu ngomong apa sih, Dirga? Perasaan apa? Sudahlah!"  ini kali pertama aku membentakmu

"kamu cukup jawab, iya atau tidak." ucapmu lembut

"aku mencintaimu sebagai teman. Hanya sebagai teman, Dirga." jawabku

"kamu cukup jawab, iya atau tidak." kamu mengulangi kalimat itu lagi

"Tidak, Dirga." jawabku pelan

"baiklah." kamu pun pergi dan berkumpul dengan keluarga besar menuju rumah mempelai wanita.

Sakit.
Aku menangis.

**

"kamu kenapa ngebohongin Dirga?" kata Pricil sahabatku

"Hei pricil, dia sejam lagi mau akad. Kalo gue ngaku,pernikahan batal. Ah gila ajaaa" jawab ku sambil tertawa

"Dirga tau perasaan kamu Mir."
Aku tersedak. Menatap wajah Pricil. Aneh.

"Ya, aku mengatakan semuanya pada Dirga. Salahnya, Dirga baru memiliki keberanian saat kemarin itu. Dia juga mungkin ingin bersama wanita yang ia cintai dari dulu. ya kamu." Pricil bercerita

Aku tersenyum. Getir.
Tak bisa berucap apapun. Hanya bisa memeluk Pricil.

****

Hujan telah reda, waktu menunjukkan pukul 03.13. Dan aku masih belum bisa terlelap kembali.

Mengingatmu adalah debar.

Ku ambil air wudhu kemudian menyerahkan seluruh urusanku padaNya.

"rasa sakit ini, harus menjadikan mu kuat Mir!" aku mengingatkan diriku sendiri

Selesai

****

Aaak ga tega buat nul cerita ini. Haha T.T

Karena terkadang cinta yang menakjubkan adalah apa yang kita rasa tanpa ucap bukan hanya apa yang terucap tanpa rasa.

Lebih baik lagi, terasa lalu terucap dan semakin terasa. Hahay.

*cerpen ini dibuat dalam waktu 1jam

1 komentar: